Sabtu, 12 Agustus 2023

Aku Berhenti Meromantisasi, Bukan Berarti Aku Enggan Menikah

menikah


Sekitar satu tahun yang lalu, ada seorang teman yang bilang ke aku, kira-kira begini, “Des, kamu harus menikah. Menikah itu wajib.” Sebelumnya juga ada teman yang mengatakan hal serupa melalui pesan WhatsApp. Bahkan, dia khawatir aku tidak mau menikah. Aku yang masih punya impian menikah dengan seseorang yang kucintai ini langsung bertanya-tanya: kenapa mereka bisa mengira aku tidak mau menikah?


Ya, memang sejak beberapa tahun belakang ini aku tidak punya pacar. Ralat, bukan tidak punya pacar tapi aku nggak suka sama siapa pun. Aku menyebut diriku sebagai loveless yang dalam bahasa Indonesia berarti tuna asmara. Aku bahkan memutuskan untuk tidak meromantisasi segala sesuatu. Ada yang melamar misalnya, ya anggap biasa aja. Nggak usah didramatisir seolah itu sangat-sangat spesial.


Sebagai orang yang suka nonton drama Korea romantis dan baca novel-novel percintaan, selama ini hidupku penuh dengan angan-angan romantisme. Aku membayangkan aku akan menikah di usia 25 tahun dengan seorang laki-laki yang sangat mencintaiku, lalu melahirkan anak-anak yang lucu dan hidup bahagia bersama mereka. Tapi you can see, jangankan menikah di usia 25 tahun, sampai sekarang aku bahkan belum pernah pacaran.


Aku pernah bilang ke teman yang pengen banget nikah secepatnya, “Inginkan sesuatu, tapi jangan hal-hal yang berhubungan dengan manusia.” Pasangan adalah manusia, sedangkan manusia adalah makhluk yang memiliki kehidupan sendiri dengan pemikiran dan keinginan sendiri.


Maybe kita bisa menemukan satu manusia yang sama seperti pemikiran dan keinginan kita, tapi kemungkinannya sangat kecil. Buatku kenapa sih kita harus menginginkan hal yang kemungkinannya sangat kecil? Kenapa energinya nggak kita alihkan ke hal lainnya yang kemungkinan tercapainya lebih besar, misalnya mengejar impian-impian yang belum terwujud?


Menginginkan pernikahan padahal aku jomlo akan membuatku merasa jadi orang yang merana. Keinginan itu akhirnya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan kenapa aku belum punya pacar? Kenapa tidak ada yang mencintaiku? Apakah aku seburuk dan sejelek itu? Apakah hidupku akan seperti ini terus?


Pertanyaan-pertanyaan ini akan mengubur hal-hal positif yang kumiliki. Aku akan melupakan apa yang saat ini kumiliki, seperti kebebasan untuk pergi kemana saja hingga pekerjaanku saat ini yang mungkin jadi impian banyak orang. Dengan membebani diri sendiri untuk segera menikah (padahal nggak punya calon) akan membuatku fokus dengan hal-hal yang tidak kumiliki hingga aku melupakan apa yang ada saat ini dan bisa aku lakukan sekarang ini.


Aku mau menikah. Aku sangat mau menikah. Tapi bukan berarti aku harus mengejarnya sekarang. Toh, sekalipun aku mengejar untuk menikah sekarang, yakin aku bisa menemukan secepat yang aku mau? Oke, anggap saja aku bisa mendapatkan pasangan hidup sesuai tenggat waktu, yakin itu bisa bertahan untuk selamanya?


Aku selalu bilang menikah itu bukan prosesi menggugurkan kewajiban. Ketika kamu sudah menikah, horeee, kamu sukses! Sayangnya tidak begitu. Menikah adalah prosesi yang akan mempengaruhi kehidupanmu selanjutnya. Hidupmu akan jadi bahagia atau sengsara tergantung siapa yang kamu pilih untuk jadi partner pernikahanmu.


Ada yang menganggap menemukan partner hidup itu mudah, sampai-sampai mereka melabeliku ‘terlalu pemilih’. Entah sudah berapa kali orang bilang ke aku, “Ayo Desi buka hati, biar bisa menikah.” Padahal, jangankan membukan hati, untuk membuka pintu aja kita perlu lihat siapa yang datang, kan? Kita pasti akan mempertimbangkan sopan-santun, seperti mengetuk pintu atau mengucapkan salam. Misalnya yang datang orang gila, apa iya kamu mau buka pintu?


Coba bandingkan yang datang adalah sahabat tercinta kamu? Nggak perlu diketuk pintunya, kamu pasti dengan senang hati membuka pintu dan menyambutnya. Begitu juga dengan buka hati, nggak perlu dipaksakan, kalau kita suka pasti dengan sendirinya hati akan terbuka.


Orang-orang memintaku untuk tidak terlalu memilih, padahal kita semua buat beli baju aja milih. Kita akan milih baju yang paling pas untuk kita, baik itu dari ukuran, warna, modelnya hingga bahan kainnya. Masa’ iya kita milih pasangan hidup mau asal-asalan? Pasangan hidup lho nggak cuma buat setahun-dua tahun tapi selamanya, ya kali nggak milih!


Aku suka heran dengan orang-orang yang memintaku segera menikah dan nggak milih-milih pasangan, kok bisa gitu sih? Maksudnya emang dulu mereka waktu nikah nggak milih-milih? Pernah sekali aku mendapatkan omongan semacam itu, lalu aku bilang, “Aku sih nggak mau nikah sama orang yang nggak bisa diajak ngobrol. Menikah kan kuncinya komunikasi.” Lalu, mbak itu bilang, “Bener sih, aku sama suamiku itu kalo ngobrol ujungnya berantem. Nggak asyik, jadinya mending diem-diem aja daripada berantem.”


Meski kelihatannya aku kayak manusia yang nggak tertarik menikah, aku tetap mau menikah kok. Menurutku di dunia ini semua orang mau menikah. Kalau ada orang yang tidak mau menikah, pasti ia punya alasan di baliknya. Siapa sih yang nggak mau sayang-sayangan sama pasangan? Siapa yang nggak mau punya teman bicara seumur hidup? Siapa yang nggak mau dibersamai dalam suka dan duka? Dibandingkan harus menghabiskan hidup sendirian, aku lebih memilih untuk menikah.


Tapi kenyataannya menikah tidak semudah dan seindah itu. Di sekitar kita banyak peristiwa mengerikan yang terjadi dalam hubungan pernikahan, mulai dari perselingkuhan hingga pembunuhan, semua bisa terjadi dalam pernikahan. Jadi, bukan pernikahan yang paling penting, tapi dengan siapa kita akan menikah. Memilih pasangan hidup sangat penting, kamu tidak hanya memilih suami atau istri untukmu tapi juga memilih ayah atau ibu untuk anak-anakmu, menantu untuk orang tuamu, hingga kakek atau nenek untuk cucu-cucumu nanti.


Aku memang memutuskan untuk berhenti meromantisasi kehidupan. Tujuannya agar aku bisa hidup dengan realistis. Ya, lagian nggak semua orang yang kita anggap romantis punya realita yang serupa kok. Menurutku romantis atau enggak itu tergantung mainset kita. Cewek-cewek usia awal 20-an menganggap adegan pernikahan atau lamaran adalah adegan yang sangat romantis sampai melting dan iri. Tapi buat cewek-cewek usia 28 tahun sepertiku, adegan pernikahan adalah hal yang biasa yang dialami oleh banyak orang.


Jadi, kenapa kita harus merasa spesial jika orang lain juga mengalaminya? Jika kamu (dan juga aku) belum menikah sekarang ini, jangan risau! Nggak semua orang genre hidupnya itu romance. Ada juga yang punya genre slice of life, kayak aku ini. Ya, genre hidup yang isinya lebih banyak sepetnya daripada manisnya, hehe.

Aku Berhenti Meromantisasi, Bukan Berarti Aku Enggan Menikah
4/ 5
By
Comments


EmoticonEmoticon